Klasifikasi Batuan Sedimen Karbonat
Klasifikasi batuan karbonat
Secara
umum, klasifikasi batuan karbonat ada 2 macam, yaitu: klasifikasi
deskriptif dan klasifikasi genetik. Klasifikasi deskriptif merupakan
klasifikasi yang didasarkan pada sifat-sifat batuan yang dapat diamati
dan dapat ditentukan secara langsung, seperti fisik, kimia, biologi,
mineralogi atau tekstur. Klasifikasi genetik merupakan klasifikasi yang
lebih menekankan pada asal usul batuan.
Klasifikasi Grabau (1904)
Menurut klasifikasi Grabau, batugamping dapat dibagi menjadi 5 macam, yaitu:
a. Calcirudite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih besar daripada pasir
(>2 mm).
b. Calcarenite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya sama dengan pasir (1/16
– 2 mm).
c. Calcilutite, yaitu batugamping yang ukuran butirnya lebih kecil dari pasir
(<1/16 mm).
d. Calcipulverite, yaitu batugamping hasil presipitasi kimiawi, seperti
batugamping kristalin.
e. Batugamping organik, yaitu hasil pertumbuhan organisme secara insitu seperti
terumbu dan stromatolite.
Klasifikasi Folk (1959)
Parameter utama yang dipakai pada klasifikasi ini adalah tekstur deposisi. Folk
menyatakan
bahwa proses pengendapan batuan karbonat dapat disebandingkan dengan
proses pengendapan batupasir atau batulempung.Menurut Folk ada 3 macam
komponen utama penyusun batugamping yaitu:
a. Allochem, yaitu material karbonat sebagai hasil presipitasi kimiawi atau biokimia yang telah mengalami transportasi (intrabasinal), analog dengan butiran pasir atau gravel pada batuan asal daratan. Allochem ada 4 macam yaitu intraclast, oolite, pelet dan fosil.
b. Microcrystalline calcite ooze (micrite), yaitu material karbonat yang berdiameter 1-4 mikron, translucent, dan berwarna kecoklatan (dalam asahan tipis). Sedangkan dalam handspecimen, micrite bersifat opak dan dull, berwarna pitih, abu-abu, abu-abu kecoklatan atau hitam. Micrite analog deengan lempung pada batulempung atau matrik lempung pada batupasir.
c. Sparry calcite (sparite), yaitu komponen yang berbentuk butiran atau kristal yang
berdiameter >/= 4 mikron (4-10 mikron) dan memperlihatkan kenampakan
yang jernih dan mozaik dalam asahan tipis, berfungsi sebagai pore filling cement. Sparite analog dengan semen pada clean sandstone. Berdasarkan perbandingan relatif antara allochem, micrite dan sparite serta jenis allochem yang dominan, maka Folk membagi batugamping menjadi 4 famili. Batugamping tipe I dan II disebut sebagai allochemical rock (allochem > 10%), sedangkan batugamping tipe III disebut sebagai orthochemical rock (allochem =/< 10%). Batas ukuran butir yang digunakan oleh Folk untuk membedakan antara butiran (allochem) dan micrite adalah 4 micron (lempung).
Batugamping tipe I analog dengan batupasir/konglomerat yang tersortasi bagus dan terbentuk pada high-energy zone, batugamping tipe II analog dengan batupasir lempungan atau konglomerat lempungan dan terbentuk pada low-energy zone, dan batugamping tipe III analog dengan batulempung dan terbentuk pada kondisi tenang (lagoon). Prosedur pemberian nama batuan menurut Folk adalah:
1. Jika intraclast > 25% intraclastic rock
2. Jika intraclast =/< 25%, lihat prosentase oolite-nya
3. Jika oolite >25% oolitic rock
4. Jika intraclast =/<25% dan oolite =/<25%, lihat perbandingan antara fosil
dengan pelet, yaitu: a) fosil:pellet > 3:1 biogenic rock, b) fossil:pellet < 3:1
pellet rock, c) fossil:pellet = 3:1 – 1:3 biogenic pellet rock.
Aturan penamaan batuan adalah sebagai berikut: kata pertama adalah jenis allochem yang dominan dan kata kedua adalah jenis orthochem yang dominan, contoh: intrasparite, biomicrite, dll.
Klasifikasi Dunham (1962)
Dunham
membuat klasifikasi batugamping berdasarkan tekstur deposisi
batugamping, yaitu tekstur yang terbentuk pada waktu pengendapan
batugamping, meliputi ukuran butir dan susunan butir (sortasi). Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan pengklasifikasian
batugamping berdasarkan tekstur
deposisinya, yaitu:
1. Derajat perubahan tekstur pengendapan
2. Komponen asli terikat atau tidak terikat selama proses deposisi
3. Tingkat kelimpahan antar butiran (grain) dan lumpur karbonat
Berdasarkan ketiga hal tersebut di atas, maka Dunham mengklasifikasikan batugamping menjadi 5 macam, yaitu mudstone, wackestone, packestone, grainstone, dan boundstone. Sedangkan batugamping yang tidak menunjukkan tekstur deposisi disebut crystalline carbonate. Fabrik (supportation) grain-supported (butiran yang satu dengan yang lain saling mendukung) dan mud-supported (butiran mengambang di dalam matrik lumpur karbonat) digunakan untuk membedakan antara wackestone dan packestone.
Dunham tidak memperhatikan jenis butiran karbonatnya seperti
klasifikasi Folk. Batas ukuran butir yang digunakan oleh Dunham untuk
membedakan antara butiran dan lumpur karbonat adalah 20 mikron (lanau
kasar). Klasifikasi batugamping yang didasarkan pada tekstur deposisi
dapat dihubungkan dengan fasies terumbu dengan tingkat energi yang
bekerja, sehingga dapat untuk interpretasi lingkungan pengendapan.
Klasifikasi Embry and Klovan (1971)
Klasifikasi
ini didasarkan pada tekstur pengendapan dan merupakan pengembangan dari
klasifikasi Dunham (1962) yaitu dengan menambahkan kolom khusus pada
kolom boundstone, menghapus kolom crystalline carbonate,
dan membedakan % butiran yang berdiameter </= 2 mm dari butiran yang
berdiameter > 2m, Dengan demikian klasifikasi Embry and Klovan
seluruhnya didasarkan pada tekstur pengendapan dan lebih tegas di dalam
ukuran butir yaitu ukuran grain =/>0,03 – 2 mm dan ukuran lumpur
karbonat <0,03 mm. Berdasarkan cara terjadinya, Embry & Klovan
membagi batugamping menjadi dua kelompok, yaitu batugamping allochton dan batugamping autochton. Batugamping autochton adalah
batugamping yang komponen penyusunnya berasal dari organisme yang
saling mengikat selama pengendapannya. Batugamping ini dibagi menjadi 3
yaitu: bafflestone (tersusun oleh biota berbentuk cabang), bindstone (tersusun oleh biota berbentuk menegrak atau lempengan) dan framestone (tersusun oleh biota berbentuk kubah atau kobis). Batugamping allochton adalah
batugamping yang komponennya berasal dari sumbernya oleh fragmentasi
mekanik, kemudian mengalami transportasi dan diendapkan kembali sebagai
partikel padat. Batugamping ini dibagi menjadi 6 macam
yaitu: mudstone, wackestone, packetone, grainstone, floatstone dan rudstone. Dengan demikian klasifikasi Embry & Klovan sangat tepat untuk mempelajari fasies terumbu dan tingkat energi pengendapan.
b. Lingkungan pengendapan, fasies dan geometri
Meskipun lingkungan pembentukan endapan karbonat dapat terjadi mulai dari zona supratidal sampai cekungan yang lebih dalam di luar shelf, paparan cekungan dangkal (shallow basin platform) yang meliputi middle shelf dan outer shelf adalah tempat produksi endapan karbonat yang utama dan kemudian tempat ini disebut sebagai subtidal carbonate factory.
Endapan-endapan karbonat yang dihasilkan akan terakumulasi pada shelf, sebagian mengalami trasportasi ke arah daratan, yaitu ke tidal flat, pantai, atau lagoon,
sedangkan sebagian lagi mengalami trasportasi ke arah laut, yaitu ke cekungan yang
lebih
dalam. Pada lingkungan laut yang dalam jarang terbentuk endapan
karbonat, kecuali merupakan hasil jatuhan dari plankton yang
mensekresikan kalsium karbonat
dan
hidup di air permukaan. Terumbu merupakan salah satu sumber produksi
endapan karbonat di paparan atau cekungan di luar paparan. Terumbu
adalah suatu timbulan karbonat yang dibentuk oleh pertumbuhan organisme
yang insitu, mempunyai potensi untuk berdiri tegar dan membenrtuk
struktur topografi yang tahan gelombang. James (1979) membagi fasies
terumbu masa kini secara fisiografi menjadi 3 macam:
1. Fasies Inti Terumbu (reef core facies)
Fasies
ini tersusun oleh batugamping yang masif dan tidak berlapis.
Berdasarkan litologi dan biota penyusunnya, fasies ini dapa dibagi
menjadi 4 sub-fasies yaitu:
a. Sub-fasies puncak terumbu (reef-crest)
Litologi berupa framestone dan bindstone, sebagai hasil pertumbuhan biota jenis kubah dan mengerak dan merupakan very high energy zone.
b. Sub-fasies dataran terumbu (reef flat)
Litologi berupa rudstone, grainstone, dan nodule dari ganggang karbonatan dan merupakan daerah berenergi sedang dan tempat akumulasi rombakan terumbu.
c. Sub-fasies terumbu depan (reef front)
Litologi berupa bafflestone, bindstone dan framestone dan merupakan daerah berenergi lemah-sedang.
d. Sub-fasies terumbu belakang (back reef)
Litologi berupa bafflestone dan floatstone dan merupakan daerah energi lemah dan relatif tenang.
2. Fasies Depan Terumbu (fore reef facies)
Litologi
berupa grainstone dan rudstone dan merupakan lingkungan yang mempunyai
kedalaman >30m dengan lereng 45 - 60°. Semakin jauh dari inti terumbu
(kearah laut) litologi berubah menjadi packstone, wackstone dan
mudstone.
3. Fasies Belakang Terumbu (back reef facies)
Fasies ini disebut juga fasies lagoon dan meliputi zona laut dangkal (< 30m)
dan
tidak berhubungan dengan laut terbuka. Kondisi airnya tenang, sirkulasi
air terbatas, dan banyak biota penggali yang hidup di dasar. Litologi
berupa packetone, wackestone dan mudstone dan banyak dijumpai struktur
jejak dan bioturbasi, baik horizontal maupun vertikal.
c. Porositas dan proses diagenesa
Tipe porositas utama pada batuan karbonar adalah vuggy (pori-pori yang lebih
besar dari butiran), intergranular (antar butir), intragranular (dalam butiran, contohnya material cangkang atau shell), dan chalky.
Diagenesa yang berakibat pada berubahnya porositas dan permeabilitas dapat dikelompokkan atas:
- Pelarutan (leaching) yang umumnya akan meningkatkan porositas dan
permeabilitas
- Dolomitisasi yang akan meningkatkan porositas dengan menciptakan pori yang
lebih besar, atau dapat juga malahan akan mengurangi porositas jika terjadi
pertumbuhan interlocking mosaic dari kristal-kristal dolomit. Dolomitisasi
sering meningkatkan permeabilitas secara dramatis dikarenakan pembentukan
lubang pelarutan (solution vug) dan retakan pasca penimbunan (post-burial)
yang lebih besar
- Retakan (fracturing) dikarenakan adanya breksiasi, sesar atau kekar yang akan
meningkatkan permeabilitas
- Rekritaslisasi oleh neomorphism dari mikrit menjadi ukuran kristal yang lebih
besar yang akan meningkatkan porositas
- Semen yang akan menurunkan porositas dan permeabilitas
No comments:
Post a Comment